Saturday, February 28, 2015

Malam Curhat

Sebulan lalu

Hujan deras rasanya kalah telak dengan naluri dua sahabat lama yang rindu bertemu dan terlalu jenuh dirumah.
Di sebuah kafe berlatar klasik, saya dan Widya, dua orang gadis yang sama sama sedang patah hati saat itu.
Syahdu nian rasanya bercerita patah hati ditemani hujan di luar sana yang bergemuruh rusuh, dan dua gelas minuman manis yang bahkan terlalu manis untuk pahitnya hidup kita malam itu menjadi saksi pengakuan  kejujuran hati dua gadis kedinginan ini.

Kita selalu mengaku dewasa. Padahal pada kenyataannya kita sama-sama belum dewasa. Kita kalah dengan egoisme, padahal harusnya kita tahu bagaimana bersikap, tapi kita tetap pura-pura tidak tahu. Kita tidak dewasa karna kita lebih pilih menangis sendu sepanjang minggu padahal bisa saja tersenyum manis melwati hari tanpa beban di hati.

Segelas Milkshake dan secangkir caramel macchiato sudah habis tak tersisa. mungkin seharusnya malam itu kami berdua minum air putih saja banyak banyak, minimal kalau patah hati kami belum usai, kami tak perlu menanggung beban diabetes yang bisa datang kapan kapan bila setiap patah hati kami minum minuman manis.

Setelah percakapan dinyatakan usai, saya tahu betul apa yang selama ini ternyata saya butuhkan: 

Pergi keluarlah sesekali, bertemu dengan orang baru atau temuilah teman lama. Obat sakit hati dan kejenuhanmu ada terselip diantara mereka

Monday, February 9, 2015

Pada Pukul Tujuh

"You must be thinking I’m a pathetic loser talking to a picture of you. Wait, you don’t even care, do you?"
 
-aMrazing, #pecahdiubud-
 
tapi mungkin memang seharusnya tak pernah lagi ada sapa setelah kecupan terakhir,
setalah lambaian tangan perpisahan pagi itu,
pada pukul tujuh.
 agar aku tak rasakan jatuh pada palung tanpa tepi, ketika sadar aku sedang berteman sendiri, setelah meyakini kau bahkan tak butuhkanku lagi.

Saturday, February 7, 2015

Nirwana



Segala biru telah menjadi biru. Tuhan memperjelas segala yang abu. Memperlihatkan kepadaku betapa aku harus menjalani hidup tanpamu

Friday, February 6, 2015

Me and Chongqing (part 3:lirikan matamu)

salah satu hal yang saya syukuri selama saya berada di chongqing adalah, saya mendadak jadi artis!
bukan, bukan.. saya bukan artis yang muncul di tv, bukan juga yang tampil di panggung panggung, tapi saya tau rasanya jadi artis setelah saya datang ke Chongqing.
 

Musim panas pertama saya di Chongqing. tepat saat puasa ramadhan, jam 12 siang kala itu.
Saya memutuskan untuk pergi ke pusat kota untuk membeli oleh oleh karena 2hari lagi saya akan kembali ke Indonesia. Di luar sangatlah terik, maka jadilah saya tak mengajak siapa siapa untuk ikut bersama saya.
Di jalan saat keluar apartemen hingga saya sampai di pusat kota, semua mata orang lokal tertuju pada saya. walaupun harusnya saya sudah biasa dengan suasana ini, namun rasanya tatapan orang orang menjadi sangat beda dan penuh tanya. Kebanyakan dari mereka berbisik pada orang disebelahnya setelah melirik aneh ke arah saya. Saya kira mungkin saya pakai baju terbalik atau mungkin rok saya robek. walaupun setelah saya cek berulang-ulang, tak ada yang salah rasanya dengan pakaian saya.
Tak lama saya berbelanja di pusat kota, saya putuskan untuk kembali ke apartemen karena sangat tidak nyaman dengan suasana ini
Di salah satu subway menuju kembali ke apartemen, ada seorang pria lokal berusia 35tahun, menatap saya dengan tatapan yang lebih tidak sedap ketimbang tatapan mata orang lainnya. pria itu mendekat, saya jadi semakin panik. Turunlah saya di stasiun Shuangbei, bukan stasiun tujuan saya. saya hanya untuk menghindari pria itu. ternyata pria itupun turun di stasiun yang sama.
saya ambil kereta ke 3 setelah 2 kereta sebelumnya melewati kami, hanya untuk memastikan pria ini tidak mengikuti saya. tapi lagi lagi, pria ini menaiki kereta yang sama dengan saya. ah, saya jadi semakin takut.
Sampailah kami di stasiun Daxuecheng, stasiun tujuan saya. turun juga pria yang sedari tadi mengikuti saya itu. dengan langkah agak cepat, akhirnya ia menegur saya. Menanyakan bagaimana bisa di udara 40derajat kala itu, saya malah menggunakan penutup kepala, baju lengan panjang dan rok panjang. dan kemudian ia menawarkan saya sebotol air mineral dingin, karena katanya saya terlihat lelah dan kepanasan. saya menjawab bahwa saya sedang puasa. ia kaget bukan main dan mengatakan saya sudah gila.
ternyata inilah yang orang orang perhatikan dari saya, hijab saya menarik perhatian mereka.

Ya, saya adalah gadis berhijab yang tinggal di kota dengan agama islam sebagai minoritas. Warga di Chongqing belum begitu kenal dengan hijab. wajarlah bila saya selalu jadi pusat perhatian apalagi di saat musim panas.
Saya yang awalnya risih dengan pandangan warga lokal ini, kini malah menikmati menjadi pusat perhatian. lirikan mata yang bingung serta takjub inilah yang makin menguatkan saya untuk terus berhijab, berada di jalan Allah. Insha Allah inilah yang menjadikan saya semakin istiqamah. Alhamdulillah

Wednesday, February 4, 2015

titik semestaku

aku bangun pukul tujuh, keluar pintu kamar, menuruni anak tangga yang tak banyak, langkah tertuju ke satu arah, dapur. seperti biasa, seperti selalu, aku mencari ibu yang sebenarnya sudah keluar rumah sejak pukul enam. tapi entahlah, kegiatan buang-buang waktu ini selalu jadi rutinitas pagiku selama libur kali ini.

dengan batuk dan flu yang tak kunjung sembuh sejak seminggu, aku masuk kamar mandi, memutar lagu sendu, sikat gigi dan cuci muka seadanya. lalu kembali lagi, aku naiki anak tangga yang tak banyak, masuk kamar, bebrbaring sebentar.menonton satu atau dua video atau kadang aku tertidur kembali. sampai kudengar ketukan pintu dan gemerincing gelang itu

setengah sembilan pagi, tepat. selalu tepat. ibu mengetuk pintu, dengen gemerincing gelang dan wangi surga yang samar samar tercium dari telapak kakinya. ibu membuka pintu, membawakan sarapan yang selalu beragam atau bilanya ia tak sempat membeli makanan, ia akan memasakan mie instan yang entah kenapa rasanya enak sekali itu. tangan ajaib ibu selalu membuat segalanya menjadi lebih baik.
ibu tak pernah punya waktu untuk basa-basi, tapi untukku, bahkan ia sempatkan waktu tersibuknya hanya untuk memastikan anak bungsunya ini sarapan dengan baik dan bertegur sapa dengannya walau selewat.

barulah resmi hariku dimulai,
setelah semua aktifitas yang terdengar membuang waktu ini. setelah kupastikan aku masih bisa dengar gemerincing gelangnya, menikmati wangi tubuhnya, dan bertegur sapa di pagi hari dengan ibu.

selagi kubisa.

Sunday, February 1, 2015

Pernahkah kamu berpikir bahwa mungkin saja kamu adalah jawaban dari doa orang lain?


atau mungkin namamu selalu terselip di sela doa beberapa orang yang mencintaimu dalam diam. atau bisa jadi kamu adalah alasan orang lain bersujud kepada Tuhan, menghabiskan jatah doanya hanya untukmu. dan bisa jadi kamu tak hanya membuat orang lain berdoa, tapi juga mulai melangkah. untukmu atau olehmu.