Sunday, November 23, 2014

Me and Chongqing (part2: malam pertama)


23 September 2013
Tepat pukul 10 malam saya  dan rombongan teman teman seangkatan sampai di Chongqing setalah menempuh perjalanan 8 jam. 8 jam yang luar biasa!
Oke, mari saya ceritakan dulu apa yang terjadi selama perjalanan.

Tepat pukul 6pagi saya sampai di bandara Soekarno Hatta Jakarta dengan perasaan menggebu tapi berlinang air mata yang gak habis habis dari dua hari lalu padahal saya berangkat ke Chongqing dengan ditemani mama (saya adalah satu satunya murid yang ditemani orangtuanya).  Sebenarnya saya sudah menunggu-nunggu hari ini dari berbulan bulan lalu, tapi ternyata menjelang hari-h, saya malah gak berhenti nangis sambil memeluk mama selama berjam jam.

Di pesawat yang sesak bukan main itu,
Seat saya dan mama terpisah. Entah kenapa saya ngerasa seperti dunia hampir runtuh saat tau saya terpisah seat dengan beliau. Kalau diingat ingat lagi jujur saya jadi malu……. 
Sebelah kanan saya adalah seorang perempuan berambut panjang, berkacamata, kulitnya terlalu putih, badannya kurus, wajah datar agak judes yang auranya sangat dingin.
Sebelah kanan perempuan itu ada seorang pria kurus, putih, sepertinya pendiam, dan auranya seperti orang yang tak punya gairah hidup.
Namanya Jennifer (sekarang jadi teman baik saya) dan Jakti. Jessie, Jennifer, Jakti duduk satu syaf. Dengan diam yang lebih banyak dari kalimat yang keluar, dan dengan mata yang tak bernah bertatapan satu sama lain. Hening…dingin… Perasaan saya jadi semakin amburadul. Setelah terserang homesick akut (padahal belum sampai Chongqing) saya harus menerima kenyataan bahwa teman angkatan saya orangnya dingin dingin seperti es lilin unyil. 

Sampailah kita di bandara Guangzhou,
Mata saya hampir copot, kuping saya panas sekali, dan mual melanda ketika menginjakan kaki di Guangzhou. Semua orang lari-lari, teriak-teriak, berkelahi and so on and so on. Tak ada satupun orang disana yang tidak mengerutkan kening dan bersuara rendah. Dengan bahasa yang super keriting, dengan volume suara yang tak kalah mengganggunya dan kelakuan yang tak patut di contoh, Guangzhou berhasil membuat hari itu menjadi semakin luar biasa tak bisa digambarkan dengan kata kata lagi.
Guangzhou total totalan mengerjai saya rasanya.
Di pesawat yang lebih sesak dan kecil dari pesawat yang sebelumnya, saya lagi lagi tercengang. Andai saja saya sekuat Hercules, mungkin pesawat itu sudah saya buat terbalik bongkang setelah saya mendapati sekumpulan penumpang lokal yang berisiknya mengalahkan genderang iring iringan barongsai di dalam pesawat sedang bermain kartu sembari lempar-lemparan kacang. Di dalam pesawat kecil. Ini bercanda kan pak pilot

Sampai di Chongqing baut di leher saya kendur semua, tersenggol sedikit lagi mungkin kepala saya bisa copot dan menggelinding kemudian tertelan di samudra hindia.
Dari Jiangbei Airport, Chongqing, saya dan rombongan dijemput bus sekolah menuju dormitory, perjalanannya sekitar 1 jam. Saya coba tengok kebelakang, sebagian teman saya sedang tertidur lelap dan sebagian lagi yang tidak tidur nyawanya entah ada di mana, tatapan mereka sekosong batre handphone saya. Sampai sejauh ini saya belum kenal semua teman angkatan saya, dan belum berkeinginan untuk tahu. Yang saya tahu saat itu ada 2 hal: yang pertama, perjalanan hari ini sangat menguji mental dan fisik saya dan yang kedua orang yang tangannya sedang saya peluk erat-erat ini, seminggu lagi akan kembali ke Indonesia. Dua hal yang membuat mata saya semakin bengkak karna belum bisa berhenti menangis.

Tibanya kami di dormitory, kami disambut senior senior kami. Bahagianya luar biasa melihat betapa hangatnya senior saya walaupun saya tidak bisa melihat wajah mereka dengan jelas karena mata saya masih sembab dan gelap luar biasa. Perasaan saya setidaknya agak lega. Ternyata masih ada juga orang baik yang mampir ke cerita saya hari itu. Tapi bukan Chongqing namanya kalau memberikan kejutan hanya sampai disitu!
Saya masuk ke dalam kamar asrama saya, awalnya semua terasa sangat layak sampai akhirnya saya melihat kamar mandinya. Ada shower dengan air panas, keran dengan tampungan kecil untuk pel, pipa pipa paralon, dan.......toilet yang sejajar dengan lantai. Toiletnya flat! Dengan lubang pembuangan yang langsung bolong begitu saja. Jadi misalnya kita sedang buang air, ada sensasi dingin dingin dari dasar pembuangan .
“Toilet tipis yang gak basa-basi” kata mama saya.


 Setelah menerima sejuta kejutan di hari ini akhirnya saya memutuskan mengakhiri hari ini dengan tidur dengan damai di hotel tempat mama saya menginap.
Sambil berdoa sedalam dalamnya, semoga besok setidaknya saya masih bisa bersyukur dan menyiapkan mental yang tebal

No comments:

Post a Comment