23 September 2013
Tepat pukul 10 malam saya
dan rombongan teman teman seangkatan sampai di Chongqing setalah
menempuh perjalanan 8 jam. 8 jam yang luar biasa!
Oke, mari saya ceritakan dulu apa yang terjadi selama
perjalanan.
Tepat pukul 6pagi saya sampai di bandara Soekarno Hatta
Jakarta dengan perasaan menggebu tapi berlinang air mata yang gak habis habis
dari dua hari lalu
padahal saya berangkat ke Chongqing dengan ditemani mama (saya adalah satu
satunya murid yang ditemani orangtuanya). Sebenarnya saya sudah menunggu-nunggu hari ini
dari berbulan bulan lalu, tapi ternyata menjelang hari-h, saya malah gak
berhenti nangis sambil memeluk mama selama berjam jam.
Di pesawat yang sesak bukan main itu,
Seat saya dan mama terpisah. Entah kenapa saya ngerasa seperti dunia hampir runtuh saat tau saya
terpisah seat dengan beliau. Kalau diingat
ingat lagi jujur saya jadi malu…….
Sebelah kanan saya adalah seorang perempuan berambut
panjang, berkacamata, kulitnya terlalu
putih, badannya kurus, wajah datar agak judes yang auranya sangat dingin.
Sebelah kanan perempuan itu ada seorang pria kurus, putih, sepertinya
pendiam, dan auranya seperti orang yang tak punya gairah hidup.
Namanya Jennifer (sekarang jadi teman baik saya) dan Jakti. Jessie, Jennifer, Jakti duduk
satu syaf. Dengan diam yang lebih banyak dari kalimat yang keluar, dan dengan
mata yang tak bernah bertatapan satu sama lain. Hening…dingin… Perasaan saya
jadi semakin amburadul. Setelah terserang homesick akut (padahal belum sampai
Chongqing) saya harus menerima kenyataan bahwa teman angkatan saya orangnya
dingin dingin seperti es lilin unyil.
Sampailah kita di bandara Guangzhou,
Mata saya hampir copot, kuping saya panas sekali, dan mual
melanda ketika menginjakan kaki di Guangzhou. Semua orang lari-lari,
teriak-teriak, berkelahi and so on and so on. Tak ada satupun orang disana yang
tidak mengerutkan kening dan bersuara rendah. Dengan bahasa yang super
keriting, dengan volume suara yang tak kalah mengganggunya dan kelakuan yang
tak patut di contoh, Guangzhou berhasil membuat hari itu menjadi semakin luar
biasa tak bisa digambarkan dengan kata kata lagi.
Guangzhou total totalan mengerjai saya rasanya.
Di pesawat yang lebih sesak dan kecil dari pesawat yang
sebelumnya, saya lagi lagi tercengang. Andai saja saya sekuat Hercules, mungkin
pesawat itu sudah saya buat terbalik bongkang setelah saya mendapati sekumpulan
penumpang lokal yang berisiknya mengalahkan genderang iring iringan barongsai
di dalam pesawat sedang bermain kartu sembari lempar-lemparan kacang. Di dalam
pesawat kecil. Ini bercanda kan pak pilot?
Sampai di Chongqing baut di leher saya kendur semua, tersenggol
sedikit lagi mungkin kepala saya bisa copot dan menggelinding kemudian tertelan di samudra
hindia.
Dari Jiangbei Airport, Chongqing, saya dan rombongan
dijemput bus sekolah menuju dormitory, perjalanannya sekitar 1 jam. Saya coba
tengok kebelakang, sebagian teman saya sedang tertidur lelap dan sebagian lagi
yang tidak tidur nyawanya entah ada di mana, tatapan mereka sekosong batre
handphone saya. Sampai sejauh ini saya belum kenal semua teman angkatan saya,
dan belum berkeinginan untuk tahu. Yang saya tahu saat itu ada 2 hal: yang
pertama, perjalanan hari ini sangat menguji mental dan fisik saya dan yang
kedua orang yang tangannya sedang saya peluk erat-erat ini, seminggu lagi akan
kembali ke Indonesia. Dua hal yang membuat mata saya semakin bengkak karna
belum bisa berhenti menangis.
Tibanya kami di dormitory, kami disambut senior senior kami.
Bahagianya luar biasa melihat betapa hangatnya senior saya walaupun saya tidak
bisa melihat wajah mereka dengan jelas karena mata saya masih sembab dan gelap
luar biasa. Perasaan saya setidaknya agak lega. Ternyata masih ada juga orang baik yang mampir ke cerita saya hari itu.
Tapi bukan Chongqing namanya kalau memberikan kejutan hanya sampai disitu!
Saya masuk ke dalam kamar asrama saya, awalnya semua terasa
sangat layak sampai akhirnya saya melihat kamar mandinya. Ada shower dengan air panas, keran dengan tampungan kecil untuk
pel, pipa pipa paralon, dan.......toilet yang sejajar dengan lantai. Toiletnya flat! Dengan
lubang pembuangan yang langsung bolong begitu saja. Jadi misalnya kita sedang
buang air, ada sensasi dingin dingin dari dasar pembuangan .
![]() | |||
“Toilet tipis yang gak basa-basi” kata mama saya. |
Setelah menerima sejuta kejutan di hari ini akhirnya saya memutuskan mengakhiri hari ini dengan tidur dengan damai di hotel tempat mama saya menginap.
Sambil berdoa sedalam dalamnya, semoga besok setidaknya saya masih bisa bersyukur dan menyiapkan mental yang tebal